Sumbangsih masyarakat Muslim di kawasan Nusantara (yang nanti setelah merdeka disebut Indonesia) dalam melawan penjajah, dan dalam membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan NKRI merupakan realitas yang tidak terbantahkan. Sejarah memperlihatkan, keterlibatan mereka dalam hal itu demikian teguh total, dan berkelanjutan.
Prof. Dr. Abd. A'la, MA |
Dalam memainkan peran itu, mereka –sampai derajat yang cukup signifikan –tidak bisa dilepaskan dari motivasi agama. Islam sebagai anutan mereka merupakan dasar yang mengarahkan mereka untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan. Islam pulalah yang mengantarkan mereka kepada komitmen untuk meneguhkan dan mempertahankan kemerdekaan dalam bingkai NKRI. Dalam prespektif muslim Indonesia, agama tidak dibaca dan dihadirkan sebagai ideologi teistik yang dipertentangkan dengan nasionalisme dan sejenisnya. Agama dijadikan lebih bersifat rujukan moral luhur transformatif yang memberikan pijakan kokoh dalam menyapa realitas kehidupan secara arif, dewasa, dan kreatif.
Islam Indonesia
Keberagamaan semacam itu merupakan keislaman Indonesia. Secara sederhana, keislaman Indonesia ini –sama dengan Islam di kawasan lain –merupakan keberagamaan yang merujuk kepada ajaran dan nilai Islam universal. Namun berbeda dengan Islam di sebagian belahan dunia yang lain, ajaran dan nilai Islam tersebut dikontekstualisasikan ke dalam waktu dan ruang kesejarahan Indonesia. Pesan-pesan ilahi dalam al-Quran yang bersifat metahistoris dan absolut, serta risalah agama dalam Sunnah Rasul, ditangkap makna, visi, dan misinya, kemudian didialogkan dengan kehidupan konkret yang dialami masyarakat Indonesia. Sejalan dengan itu, mozaik khazanah intelektual Muslim sepanjang sejarah yang dilalui dihadirkan dalam dialog tersebut sehingga keagamaan yang dianut masyarakat lekat dengan nuansa yang kaya perspektif, viable, enlighten, dan apresiatif tapi tetap kritis, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara teologis dan kemanusiaan.
Nuansa semacam itu merupakan karakter Islam Indonesia. Keberagamaan ini mengantarkan masyarakat muslim Indonesia kepada kemampuan untuk membedakan, tapi sekaligus mengaitkan Islam normatif (dalam bentuk ajaran yang ada dalam al-Quran dan Sunnah Nabi) dengan realitas historis melalui pemaknaan interpretatif yang otoritatif atas sumber agama tersebut. Kapabalitas keagamaan ini meletakkan mereka dalam posisi strategis sebagai khalifah Allah yang harus menerjemahkan pesan-pesan agama ke dalam realitas kehidupan yang terus berubah. Muslim Indonesia lalu mampu berdialog dengan keragaman tradisi dan budaya yang mengitari mereka.
Dalam perspektif Islam Indonesia yang mengacu kepada sumber otentik, al-Quran, adanya keragaman merupakan sunnatullah, hukum alam yang telah ditentukan Allah. Karena itu, tidak ada satu orang atau satu kelompok pun yang dapat mengabaikan hal itu. Melalui keragaman itu, kebulatan tekad membangun kehidupan ditegakkan. Pada saat yang sama, siapa dan kelompok apa pun tidak ada yang berhak menolak sunnatullah, apalagi berupaya menghancurkannya. Tugas manusia adalah meletakkan semua itu dalam bingkai nilai-nilai luhur agama sehingga keadilan, kesetaraan, dan kesejahteraan menjadi realitas yang dapat digapai tiap-tiap bangsa, dan seluruh umat manusia.
Karena itu, sepanjang sejarah yang dilalui, mayoritas Muslim Indonesia selalu berada di garda depan untuk membangun kehidupan yang berorientasi kepada kemaslahatan bersama dalam bingkai nasionalisme. Ketika masa kemerdekaan, mereka merupakan salah satu pilar utama bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan. Demikian pula manakala bangsa ini harus mengisi kemerdekaan. Selain mereka membela mati-matian eksistensi NKRI, mereka juga bahu-membahu dengan elemen-elemen lain dari bangsa ini untuk mencapai tujuan negara; keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat.
Meramut Keindonesiaan
Akhir-akhir ini Islam Indonesia yang menyejukkan bagi bangsa mulai tercemar. Masuknya Islam transnasional yang menolak lokalitas dan sejenisnya menorehkan noda hitam di atas kearifan Islam Indonesia. Memang noda ini masih merupakan bercak yang sangat kecil. Namun jika dibiarkan, militansi yang melekat pada gerakan Islam transnasional bisa menghancurkan karakteristik Islam Indonesia. Pada gilirannya nanti bukan tidak mungkin juga akan merobek keutuhan NKRI.
Seluk beluk seputar masalah itu merupakan tema besar Annual Conference on Islamic Studies ke-10 yang digelar tanggal 1-4 November 2010 oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI di Banjarmasin.
Dengan mengusung tema Reinventing Indonesian Islam, konferensi ini mencoba untuk meneguhkan kembali wajah Islam Indonesia. Dari sini Islam Indonesia diharapkan dapat berperan signifikan dalam menyapa keragaman, dan mentautkannya secara solid untuk menyongsong tantangan kehidupan kontemporer secara kreatif dan penuh tanggung jawab. Berpijak pada Islam semacam itu, masyarakat muslim Indonesia niscaya membangun komitmen kokoh dengan seluruh elemen bangsa dan masyarakat untuk menghilangkan ancaman terhadap keutuhan NKRI dan membangun mercu suar peradaban untuk Indonesia dan dunia©.
* Pembantu Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan SDM IAIN Sunan Ampel Surabaya; Guru Besar Sejarah Pemikiran Islam.
0 komentar:
Posting Komentar