doc.iaa-surabaya.com |
Sabtu sore, 3
Mei 2013, Ikatan Alumni Annuqayah (IAA) Daerah Surabaya mengadakan diskusi yang
bertema “Menyikapi Pelecehan Agama dalam Perkembangan Tehnologi”. Pada diskusi
ini, Abd. Syukur, S.Th.I (praktisi media dan staf redaksi majalah NURANI, dan
sebagainya) menjadi pembicara, dan Rahmat (ketua IAA Surabaya) sebagai
moderator.
Isu yang dibawa
oleh Abd. Syukur adalah tentang pelecehan terhadap nilai-nilai keagamaan
melalui simbol-simbol yang ditampilkan belakangan ini. Contoh yang paling
nampak adalah pada salah satu film di SCTV berjudul “Ustad Fotocopy”. Dalam
film ini, menurut Abd Syukur, menampilkan sosok seorang ustadz yang terkesan
kikir, pemarah dan berbagai karakter negatif yang melekat di dalamnya. Film
demikian, lanjut Abd Syukur, telah melecehkan keagungan nilai-nilai islam yang
tercermin dari sosok ustadz itu.
Bukan hanya
dalam film, pelecehan nilai-nilai keislaman juga terlihat dalam salah satu
permainan atau game anak-anak semisal game “Resident Evil”. Dalam salah satu
level pada game tersebut ternyata ditampilkan sebuah markas musuh yang pintunya
berbentuk Ka’bah dan bertuliskan Arab. Kemudian, senjata berupa pedang yang
dimiliki musuh juga seperti berbentuk lafadz Allah. Sehingga, game tersebut
menurut Abd Syukur, dapat membuat sang gamer (pemain game) mempunyai persepsi
bahwa orang-orang Islam (muslim) terkesan memiliki kebiasaan jahat dan sering
melakukan kekerasan.
Namun demikian,
berbeda dengan pendapat dari salah seorang peserta diskusi, Ahmad Halif
menjelaskan bahwa, film semisal Ustadz Fotocopy
itu hanya merupakan refleksi atau bentuk dari realitas social sekarang. Film
itu, lanjut Halif, dapat menjadi kritik bagi seorang ustadz atau haji untuk
tidak sering melakukan hal-hal negatif.
Senada dengan
apa yang diungkapkan Halif, pada diskusi itu Marlaf Sucipto juga mengungkapkan,
bahwa film seperti Ustadz
Fotocopy hanya bentuk suguhan komedi agar menarik bagi pemirsa. Karena
industri perfilman, menurut Marlaf, tidak hanya mementingkan sakralitas
nilai-nilai keislaman, melainkan juga mengejar rating sejauhmana
film itu diminati masyarakat.
Terlepas dari
itu, film semisal Ustadz
Fotocopy itu jauh hari sudah mendapat kritik dari Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI), seperti yang diungkapkan oleh Abd Syukur. Oleh karena itu Abd
Syukur mengungkapkan bahwa, diperlukan sebuah temeng atau tembok pemikiran
untuk lebih selektif terhadap perkembangan informasi, khususnya informasi yang
dapat merapuhkan tatanan akidah atau agama islam. “Kita sebagai mahasiswa IAIN
khusunya, setidaknya harus mampu membendung pemikiran-pemikiran yang menyimpang
dari nilai-nilai keagamaislaman, khususnya pemikiran-pemikiran yang dapat
menghancurkan agama Islam,” tegas Abd Syukur di akhir diskusi.
Muhammad Mihrob, Koord. Devisi Pers dan Informasi.
0 komentar:
Posting Komentar