Rahmat
Mz
Realitas
Masyarakat Indonesia
Masyarakat Indonesia
merupakan masyarakat yang majemuk, khususnya bila dilihat dari segi etnis/suku
bangsa dan agama. Konsekuensinya, dalam menjalani kehidupannya masyarakat
Indonesia dihadapkan kepada perbedaan – perbedaan dalam berbagai hal, mulai
dari kebudayaan, cara pandang hidup dan interaksi antar individunya. Yang
menjadi perhatian dari pemerintah dan komponen bangsa lainnya adalah masalah
hubungan antar umat beragama. Salahsatu persoalan dalam hubungan antar umat
beragama ini adalah masalah Pernikahan Muslim dengan non-Muslim yang
selanjutnya kita sebut sebagai “pernikahan beda agama’.
Pernikahan merupakan bagian
dari kemanusiaan seseorang, seorang muslim yang hidup di negara yang majemuk
seperti Indoneaia hampir dipastikan sulit untuk menghindari dari persentuhan
dan pergaulan dengan orang yang beda agama. Pada posisi seperti ini
ketertarikan pria atau wanita Muslim dengan orang yang beda agama dengannya
atau sebaliknya, yang berujung pada pernikahan hampir pasti tidak terelakkan.
Dengan kata lain, persoalan pernikahan antar agama hampir pasti terjadi pada
setiap masyarakat yang majemuk.
Keadaan masyarakat Indonesia
yang majemuk menjadikan pergaulan di masyarakat semakin luas dan beragam, hal
ini telah mengakibatkan pergeseran nilai agama yang lebih dinamis daripada yang
terjadi pada masa lampau, seorang muslimin dan muslimat sekarang ini lebih
berani untuk memilih pendamping hidup non-muslim. Hal ini tentu saja dianggap
oleh masyarakat kita yang mayoritas beragama Islam sebagai penyalahan atau
pergeseran nilai-nilai Islam yang ada. Tak jarang hal ini sering menimbulkan
gejolak dan reaksi keras di kalangan masyarakat kita. Masalah ini menimbulkan
perbedaan pendapat dari dua pihak pro dan kontra, masing-masing pihak memiliki
argumen rasional maupun argumen logikal yang berasal dari penafsiran mereka
masing-masing terhadap dalil-dalil Islam tentang pernikahan beda agama.
Kasus pernikahan beda
agama seperti halnya yang terjadi pada Lydia Kandou dengan Jamal Mirdad juga
Ari Sihasale dengan Nia adalah suatu masalah yang ada dimasyarakat. Dan ini
merupakan konsekuensi terhadap kondisi Bangsa Indonesia yang plural, tidak
hanya budaya tetapi juga agama. Bahkan terkadang konflik dalam keluarga tidak
hanya terjadi akibat perbedaan agama sesama agamanya sendiri sering terjadi
yang namaya konflik baik itu terkait dengan penceraian, kepemilikan hak asu
anak dll.
Agama
Perpektif Sosiologi
Konsep sosiologi tentang
agama, menurut pandangan sosiolog, agama yang terwujud dalam kehidupan
masyarakat adalah fakta sosial. Sebagai suatu fakta sosial, agama dipelajari
oleh sosiolog dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Disiplin ilmu yang
dipergunakan oleh sosiolog dalam mempelajari masyarakat beragama itu disebut
sosiologi agama. Sosiologi agama adalah suatu cabang ilmu yang otonom, muncul
setelah abad ke 19. Pada prinsipnya, ilmu ini sama dengan sosiologi umum,
sedangkan sosiologi agama membicarakan salah satu aspek dari berbagai fenomena
sosial, yaitu agama dalam perwujudan sosial. Sosiologi agama memusatkan
perhatiannya terutama untuk memahami makna yang diberikan oleh suatu masyarakat
kepada sistem agamanya sendiri, dan berbagai hubungan antar agama dengan struktur
sosial lainnya, juga dengan berbagai aspek budaya yang bukan agama.
Para ahli
sosiologi agama memandang agama sebagai suatu pengertian yang luas dan
universal, dari sudut pandang sosial dan tidak melulu membicarakan suatu agama
yang diteliti oleh para penganut agama tertentu, tetapi semua agama dan disemua
daerah di dunia tanpa memihak dan memilah-milah. Pengkajiannya bukan diarahkan
kepada bagaimana cara seseorang beragama, melainkan diarahkan kepada kehidupan
agama secara kolektif terutama dipusatkan kepada fungsi agama dalam
mengembangkan atau menghambat kelangsungan hidup dan pemeliharaan
kelompok-kelompok masyarakat. Perhatiannya juga ditujukan pada agama sebagai
salah satu aspek dari tingkah laku kelompok dan kepada peranan yang
dimainkannya selama berabad-abad hingga sekarang.
Islam
dalam Agama-Agama
Islam adalah agama rahmatan
lil’aalamiin. Dengan keyakinan bahwa keberadaan Islam mesti membuat nyaman
berada di depan, di tengah, bersama atau dibelakang agama-agama lain.
Persoalannya adalah kekuatan mana yang akan menang sebagai penguasa atau
pemegang amanah pembawa agama Islam, bila umat lain masih belum senang melihat
kemajuan umat Islam bahkan akan berupaya untuk menciptakan Islam agar terus
terkesan lemah dimata agama-agama lain, maka sulit menerapkan kerukunan.
Jikapun ada hanya kepura-puraan.
Sebenarnya konsep yang
telah dijelaskan dalam ajaran Islam tentang sikap umat Islam terhadap agama
lain berkenaan dengan urusan agamanya adalah “bagimu agamamu dan bagiku
agamaku”. Kemudian dijelaskan lagi “ Tidak ada paksaan dalam masuk Islam’.
Bahkan Rasulullah saw pun menjadi contoh dalam mengejawantahkan kerukunan
dengan tidak memaksa agama kepada Pamannya Abu Thalib, yang berbeda agama. Itu
berarti siapa yang akan dibuat repot dengan toleransi, apakah Islam harus
melayani atau dilayani atau biarkan saja sesuai dengan Sunnatullah.
Surabaya,
12 Juni 2012