Rabu, 25 Desember 2013

Diskusi Sore; Ekonomi Islam Dalam Percaturan Ekonomi Global

Sore tadi, tapatnya pada Sabtu, 7 Desember 2013, IAA Daerah Surabaya kembali menyelenggarakan kegiatan diskusi "Ekonomi Islam Dalam Percaturan Ekonomi Dunia". Hadir sebagai pemandu diskusi, Ach. Halif, selaku mahasiswa semester akhir Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya.

Halif menjelaskan, "Booming-nya ekonomi syariah di Indonesia, sejak negeri ini dilanda krisis dahsyat pada kisaran tahun 1997-2009". Sistem ekonomi syariah seakan menjadi oase masyarakat dunia termasuk Indonesia atas ekonomi kapitalistik yang memberikan peluang sebebas-bebasnya atas manusia untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa mempertimbangkan manusia lain yang hidup disekitarnya. 

Pundi-pundi kekayaan dunia yang 80 persen hanya dikuasi oleh segelintir orang di dunia dan 20 persen kekayaan dunia "diperebutkan" oleh 80 persen masyarakat dunia barangkali menjadi metematika global jika dinamika ekonomi dunia, yang dikendalikan dibawah sistem ekonomi kapitalistik liberal menyisakan petaka dunia yang luar biasa dahsyatnya.

Gerakan ekonomi syariah menjadi harapan baru untuk kehidupan yang terus berlangsung. Gerakan ekonomi ini sudah menjadi gerakan masyarakat dunia yang menghendaki kehidupan baru yang lebih baik, tidak hanya masyarakat muslim saja yang greget untuk turut terlibat dan melibatkan dirinya, tapi masyarakat non muslim pun tidak sedikit yang berbondong-bondong untuk mensukseskan sistem ekonomi yang menurut para penggagasnya lebih baik dan lebih memberikan jalan keluar atas problematika umat manusia.

Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia, menurut Halif, masih menyasar tingkat ekonomi mikro, perusahaan-perusahaan besar, belum bertautan secara baik dengan Bank-Bank Syariah yang sudah menjamur, Bank-Bank konvensional, tidak sedikit yang bermetamorfosis menjadi Bank Syariah atau setidaknya membuka cabang Bank Syariah dengan sumber daya manusia 'karbitan', maksudnya, tenaga manusia yang digunakan untuk menjalankan sistem ekonomi syariah hanyalah manusia-manusia hasil training. Penguasaan atas sistem ekonomi syariah sangat dangkal, sehingga Faiqul Abrori dalam kapasitasnya sebagai pesarta diskusi, yang tak lain adalah Mahasiswa Jurusan Muamalah Fak. Syariah UIN Sunan Ampel melahirkan sebuah istilah "Bank kapitalis berbulu syariah", maksudnya, banyak bank konvensional yang melahirkan bank syariah tapi penerapannya masih berpola sistem konvensional.

Lahirnya bank syariah dari rahim bank konvensional, diduga karena kekhatiran pemilik bank konvensional atas "kolap"-nya bank tersebut. Mengingat, gerakan ekonomi syariah sudah menjadi trend dan gaya hidup yang terus berlangsung. Barangkali, jika trend ekonomi syariah memenangi trend ekonomi konvensional, para "pemain" bank konvensional dapat banting setir ke bank syariah berbasis konvensional.

Tugas generasi muda muslim, mahasiswa jurusan ekonomi syariah khususnya, untuk turut memantapkan lahirnya ekonomi syariah sebagai sistem ekonomi yang lebih baik dari sistem ekonomi kapitalistik. Karena melebarnya kemiskinan, rendahnya kualitas pendidikan, mahalnya layanan kesehatan di dunia, faktor terbesarnya karena dimainkan dan dikendalikan oleh sistem ekonomi kapitalistik.@MS

Wallahua'lam
Share:

Hari Jadi IAA Surabaya Ke-2 dan Sharing Kisah Inspiratif Meraih Kesuksesan


Alhamdulillah, IAA Daerah Surabaya, pada Kamis, 19 Desember 2013, dapat menghelat acara hari jadi IAA Surabaya yang ke-2.


Hari jadi yang memang direncanakan, diselenggarakan di pelataran Gedung Multimedia Fakultas Adab UIN Sunan Ampel. Cahaya lilin yang disebar di setiap sudut, samping, dan tengah menambah romantisme acara menjadi lebih khidmat.



Acara dimoderatori oleh Istin, nama facebook-nya. Dibuka kemudian disambut oleh Ketua IAA Surabaya; Rahmat Hidayatullah, Rahmat dalam sambutannya, menghaturkan banyak terima kasih kepada semua alumni Annuqayah yang meluangkan waktunya untuk hadir dalam acara tersebut. Rahmat meminta, agar semua elemen dari masing-masing kampus yang tersebar di Surabaya, untuk bersama-sama menjadikan IAA Daerah Surabaya lebih hidup dengan karya dan sudi untuk berbagi ilmu, pengalaman, pengetahuan dalam setiap acara kajian, kegiatan yang diselenggarakannya.



Sambutan disusul oleh pembina IAA Surabaya, Marlaf Sucipto. Dia meminta, agar kajian mingguan, yang menjadi ciri khas utama organisasi ini, dilestarikan dan ditingkatkan. Karena dalam AD/ART IAA Surabaya, imbuhnya, telah jelas bahwa IAA Daerah Surabaya adalah organisasi alumni yang bergerak dibidang pemberdayaan diri dan orang lain. Marlaf memohon maaf atas segala sikapnya yang khilaf, yang tingkahnya dalam beberapa bulan yang lalu, "mengoncang" IAA Daerah Surabaya. Sempat ada riak yang meminta agar IAA Daerah Surabaya dibubarkan! Bahkan ada yang lebih ekstrim, meminta Marlaf agar dikeluarkan dari IAA Daerah Surabaya karena tingkahnya yang "nakal". Marlaf berujar "Hari jadi yang ke-2 ini, mari jadikan introspeksi untuk memperbaiki diri dan memantapkan doa agar IAA Daerah Surabaya ke depan mampu melalui berbagai macam cobaan yang datang. IAA harus tetap hidup dan lebih hidup, menuju kebermaknaan hidup untuk diri dan orang lain", imbuhnya.



Acara dilanjutkan dengan pembacaan Tahlil, dipimpin oleh saudara Zaimul Umam; Mahasiswa Fakultas Ushuludin UIN Sunan Ampel, alumni MAK/MAT, Hafidhul Quran, alumni PPA Latee. Dibuka dengan tawassul kepada Kanjeng Nabi Muhammad dan para sahabatnya, pengikutnya, dan ummatnya. Disusul tawassul secara khusus kepada masyaikh Annuqayah, baik yang sudah wafat mau pun yang masih sehat mensyiarkan ajaran Islam. Kemudian, meminta kepada Tuhan agar, apa pun masalahnya, apa pun cobaannya, IAA Surabaya tetap eksis, mampu melalui berbagai macam cobaan yang terjadi. Lahumul Faaatihah! Tahlil pun terlantun khidmat.



Seusai pembacaan Tahlil, Moh Mihrob, yang ditugasi sebagai moderator sharing bersama sosok sukses, senior IAA Daerah Surabaya, mengambil alih dan memulainya dengan improvisasi khasnya. Mihrob kemudian menghaturkan kepada pemandu sharing untuk memulainya.



"Assalamu'alaikum", menjadi salam pembuka yang diucapkan oleh Khalis Esbe, sapaan akrabnya, "Cak Kholis". Khalis, adalah pemuda sukses yang berhasil menjadi entrepreneur di bidang catering dan laundry. Beliau alumni Annuqayah tahun 2003, keluaran MAK/MAT, juara kelas bertahan di Madrasah Diniah PPA. Latee plus tauladan tetap. Khalis berharap, supaya kita menauladani Nabiyullah Muhammad sebagai seorang entrepreneur. Nabi Muhammad di awal kesuksesannya sebagai nabi, rosul, dan pemimpin, telah melakukan perdagangan ke negeri Syam dengan modal yang dimiliki Khadijah. Karena kejujurannya, integritasnya, akhirnya Muhammad dipercayai untuk mengelola harta Khodijah, sukses mengelola harta, Muhammad pun sukses menjadikan Khadijah sebagai istri perdananya. Sprit yang ada dalam diri Muhammad, mari kita internalisir dalam diri kita masing-masing, mari, Islam kita jadikan sebagai gerakan ekonomi untuk mengentaskan kebodohan, kemiskinan yang sampai kini masih sangat banyak ditemui.



Khalis berujar, asahlah potensi yang dimiliki hingga menghasilkan kreatifitas yang positif, karena kreatifitas akan menentukan kesuksesan seseorang di masa kini.



Khalis bercerita, bekal pertama memulai hidup di Surabaya ialah derai air mata dan uang hasil gadai tanahnya di kampung. Kepahitan hidup di Surabaya dilaluinya dengan doa dan usaha. Hidup serba kekurangan Khalis sudah tertempa sejak masih menjadi santri di Latee. Jadi, hidup susah dan kurang makan di Surabaya bukan hal aneh baginya. Khalis muda bergabung di berbagai kegiatan positif, organisasi kemahasiswaan, baik intra mau pun ekstra kampus, dan kegiatan kuliahnya di Jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuludin IAIN Sunan Ampel tidak pernah terhenti karena Khalis hidup serba kekurangan dan pas-pasan. Malah Khalis semakin tertantang untuk berprestasi di tengah kekurangan. Kehidupan Khalis di awal hidupnya di Surabaya semakin tertempa dan tertata, hingga akhirnya ia meraih sukses sebagai seorang pengusaha. Mantan ketua Pengurus Cabang (PC) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) mengakhiri sharing motivasinya dengan sebuah pantun "Hujan lebat selalu diawali dengan gerimis, pengusaha hebat selalu bersikap optimis".



Sharing selanjutnya dilanjutkan oleh Abd. Syukkur Rahman, alumni PPA. Lubangsa tahun 2006, MAK/MAT, dan Fakultas Ushuludin IAIN Sunan Ampel. Sekarang beliau bekerja di Tabloid Nurani. Beliau berharap, agar kita membangun jejaring sebanyak mungkin, karena dengan jejaring itu lah kita akan menemukan banyak hal yang positif. Jejaring perlu dilakukan untuk mengenali peluang dan berbagi manfaat dengan banyak orang. Maksimalitas dalam berjejaring akan menopang kehidupan kita menuju sukses, sukses dalam perspektif dan demensi yang beragam.



Asyiknya sharing, mengesampingkan kesadaran jika waktu telah larut malam. Tumpeng yang disediakan untuk disantap bersama-sama, sudah terasa dingin, dan air meneral gelasan dalam kardus, sudah tinggal separuh. Sharing pun ditutup, tumpeng pun dipotong. Ketua IAA di dampingi pembina, kemudian memulai menakar tumpeng di atas kertas panjang yang telah digelar. Makan bersama pun terjadi, dengan sesekali berkelekar mengenang masa-masa semasih sebagai santri.@MS.



*Selamat hari jadi IAA Daerah Surabaya yang ke-2
Share:

Selasa, 17 Desember 2013

Allah Memeluk Cintaku

Oleh: Zhie Al-gility*
Entah, perasaan apa yang hinggap dihatiku setiap kali aku membaca karya-karyanya. Seakan diri ini dibawa merantau ke negeri mimpi melalui melodi katanya yang mengalun lembut menciptakan kedamaian tersendiri didalam jiwaku. Aku begitu mengaguminya, mengagumi setiap karya-karya yang dia tulis. Meski aku tak pernah mengenalnya.
Namanya Aufar Shalahan Hirzi, dia adalah seorang penulis muda berbakat. Karya-karyanya sudah bertebaran diberbagai media. Tak ada satu karyanya yang kulewatkan. semuanya sudah masuk dalam daftar koleksiku. Aku selalu membayangkan, bahwa akulah tokoh yang ada dalam setiap novelnya, Nabila. Nabila yang menurutnya adalah sosok gadis sholehah akhir zaman, yang menghiasi lidahnya dengan tutur bahasa yang santun, yang memolesi bibirnya dengan senyum keikhlasan, yang menghiasi tangannya dengan sering membantu orang yang kesusahan, yang menghiasi telinganya dengan mendengarkan Kalam Allah. Yang menghiasi kakinya ke jalan yang di Ridhoi Allah. Subhanallah… benar-benar gadis impian. Andaikan itu aku… Namaku memang Nabila. Tapi aku bukanlah Nabila yang digambarkan oleh Kak Aufar. Aku, Nabila yang masih penuh dengan kekurangan. Nabila yang masih belum bisa menjaga lisannya, menjaga tangan dan kakinya, menjaga telinganya dari hal-hal yang dibenci Allah. Tapi aku akan berusaha untuk mensholehahkan diriku, agar aku pantas bersanding dengan sosok sholeh seperti Kak Aufar.
Tak bisa kupungkiri, rasa yang kupunya untuk Kak Aufar bukan hanya rasa kekaguman belaka. Tapi juga rasa yang aku sendiri tak tahu harus mendefinisikannya. Ia terlalu indah untuk dibahasakan. Dan biarlah hanya aku dan Allahku yang tahu. Karena hanya Dialah yang aku percaya. Meski aku sadari, Kak Aufar tak pernah merasakan kehadiranku. Namun, aku takkan pernah lelah mengaguminya. Takkan pernah lelah untuk selalu mendo’akan setiap kebaikan untuknya. Takkan pernah lelah meminta, semoga dialah yang tertulis di Lauhul Mahfudz untukku. Dan aku percaya, semuanya tak ada yang sia-sia.
***
            Cinta itu adalah keputusan. Keputusanku untuk mencintai seseorang yang tak pernah kukenal dalam kehidupan nyata. Terkadang begitu sakit kurasa. Saat aku menyadari bahwa aku dan dia terpisah oleh sekat yang begitu tebal. Sekat yang tak mungkin bisa kuterobos dengan hanya berdiam diri dan menunggu keajaiban datang untuk membawanya menjemput cintaku. Bagaimana mungkin dia akan hadir, jika bahkan kita tak pernah mengenal satu sama lain. Kita hanya sempat berkenalan dalam ilusi, dalam dunia mimpi tak bertepi. Lebih tepatnya dalam mimpiku, dalam duniaku. Bukan mimpinya dan sangat jauh dari dunianya.  Tapi entah mengapa ada keyakinan dalam diri ini akan hadirnya. Dan keyakinan inilah yang membawanya kesini, kehadapanku.
Seperti saat ini. Dia berdiri didepan mimbar itu. Dengan senyum ketulusan yang terpancar dari auranya yang rupawan. Mata elangnya seakan membius semua orang yang hadir di ruangan ini. Sosoknya yang begitu bersahaja menambah kewibawaan dirinya. Allah… begitu sempurna sosok yang Engkau ciptakan ini. Salahkah bila aku mengaguminya? Berdosakah jika aku mencintainya? Pantaskah jika aku memimpikannya menjadi imam dunia dan akhiratku kelak?  Aku terus saja menatap sosok yang memakai baju koko berwarna putih didepanku ini. Aku memandangnya penuh rindu. Yaa… karena baru kali ini aku bisa melihatnya langsung di hadapanku. Tanpa kusadari ternyata dia juga memandangku, dan aku kaget saat mata kami bertemu. Kupalingkan pandanganku. Malu… ketauan orangnya karena telah mencuri pandang. Dia tersenyum melihat tingkahku. Ahh, sungguh memalukan. Dan semua ini telah berhasil membuat pipiku bersemu merah.

“Untuk lebih jelasnya, saya serahkan langsung pada Sang Penulis… kepada Aufar Shalahan Hirzi saya persilahkan untuk membedah novel ketiga belasnya yang berjudul Karena Takdir Kita Sama.” Ucap moderator acara berhasil menyelamatkanku dari suasana memalukan tadi. Pagi ini BEM Fakultasku memang mengadakan acara bedah bukunya Kak Aufar. Dan ini adalah hal yang sangat kunantikan sejak dulu. Ternyata bukan hanya aku saja, Kak Aufar memang banyak dikagumi oleh kalangan Mahasiswa, terutama Mahasiswa Fakultas Sastra dan Budaya. Mereka begitu kagum  dengan gaya bahasa yang dipakai oleh Kak Aufar. Menurut mereka Kak Aufar sangat pintar merangkai kata. Dan rangkaian katanya sangat indah dan sastra banget. Bahasanya begitu santun dan dia juga berhasil membawa pembaca seakan terlibat langsung dalam dunia novelnya, Menciptakan imajinasi sendiri.

“Salam suci, untuk jiwa yang bersih… Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.” Sapa Kak Aufar pada hadirin yang hadir dalam acara ini. Senyumnya tak pernah lepas dari rupanya yang menawan. Sapaan itu seakan menjadi ciri khasnya. Dia selalu mengawali novelnya dengan kalimat seperti itu di kata pengantar. Dia selalu menganggap bahwa semua orang asalnya adalah fitrah. Adalah suci. Dan dia ingin memberikan sugesti pada para pembaca untuk menyadari hal tersebut dan kembali memfitrakan dirinya dengan selalu menebar kebaikan. Semua orang yang begitu mempopulerkannya sangat paham akan sapaan ini.  Kak Aufar menyampaikan beberapa hal yang penting dari novelnya. Mulai dari alur cerita, setting, pengambilan klimaks, hingga Ending. Dan banyak yang lainnya yang dia ceritakan terkait dengan penulisan novel ini.

Kak Aufar tidak sendiri. dia ditemani oleh dua orang pembanding yang siap membantai karyanya. Tapi hal itu bukanlah menjadi masalah buatnya. Adanya pembanding, malah membuatnya sangat senang. Karena dia bisa mengetahui kekurangan dan kelebihan yang terdapat dalam novelnya. Sehingga dia bisa memperbaikinya didalam karya selanjutnya.

Setelah sampai disesi pertanyaan, ada salah satu peserta yang bertanya mengenai sosok Nabila yang ada di dalam Novelnya. Pertanyaan yang sama yang selalu berkecamuk didalam pikiranku.

“Apakah sosok Nabila yang ada didalam novel itu adalah nyata? Sehingga penggambarannya terasa begitu hidup.” Tanya perempuan yang memakai kerudung berwarna Pink yang duduk didepanku. Kak Aufar hanya tersenyum menanggapinya sebelum kemudian dia menjawab.

“Setiap karya fiksi itu pasti tidak luput dari unsur imajinasi penulis. Sosok Nabila yang ada didalam novel itu setengah nyata dan setengahnya imajinasi saya. Mengapa penggambarannya terasa begitu hidup? Karena yang menjadi objeknya adalah tunangan saya sendiri. Walaupun tidak sepenuhnya sifat-sifat yang ada didalamnya adalah sifat yang dimilikinya. Itu hanya harapan saya kepada calon ibu dari anak-anak saya kelak. Agar dia bisa menjadi wanita shalihah akhir zaman seperti halnya wanita-wanita hebat yang menyertai Rasulullah.” Jawabnya yang disambut riuh oleh para penonton. Tapi tidak halnya denganku. Remuk redam rasanya mendengar semua itu. Laki-laki yang kuimpikan ternyata sudah menjalin ikatan dengan wanita lain. Dan sepertinya Kak Aufar benar-benar mencintainya. Allah… inikah akhir dari rasa ini?

Kulangkahkan kakiku dengan gontai keluar ruangan. Tak ada gunanya lagi aku bertahan di tempat ini. Itu hanya akan membuatku semakin sakit. Sudah cukup selama ini aku berharap. Dia sudah tidak bisa lagi kujangkau. Kita telah benar-benar jauh, sangat jauh. Terpisah bukan hanya karena tak saling mengenal, tapi juga karena perasaan kita tak sama. Aku pasti ikhlas dan aku akan berusaha untuk ikhlas.
***
            “Mendekatlah putriku…!” Ucap Abah yang masih terbaring tak berdaya di ruang ICU. Aku benar-benar tak tega melihat beliau dalam keadaan lemah melawan penyakit Bronkitisnya. Abah sering kali kelelahan, beliau terkadang demam hingga sering kali muntah darah. Dan kemaren penyakit abah kambuh lagi, dan membuat beliau harus dirawat di rumah sakit.
            “Iya Abah…” Ucapku sembari mendekatkan diri disisinya. Wajahnya tak lagi keras seperti biasanya. Aku baru tersadar, bahwa dibalik kekerasannya ternyata Abah begitu rapuh.
             “Abah sudah tidak punya banyak waktu nak…” Gumam Abah sembari membelai kepalaku. Aku terisak disampingnya.
            “Maukah kamu mengabulkan permintaan Abah?” Tanya Abah padaku. Aku hanya bisa mengangguk. Saat ini aku benar-benar tak bisa mendebat Abah atas segala keinginannya yang aku sendiri belum mengetahuinya.
            “Sebelum Abah menghadap Allah, Abah ingin melihat kamu menikah dengan seseorang yang bisa menggantikan Abah untuk menjagamu, melindungimu dan membahagiakan kamu Nak…”
Aku tak menjawab. Dadaku terasa begitu sesak. Bayangan bahwa aku akan kehilangan Abah benar-benar membuatku bungkam. 
            “Nanti malam, Abah akan menikahkanmu dengan seorang pemuda yang abah percaya bisa menjagamu. Apakah Nabila siap?” Tanya Abah. Jujur aku terkejut. Tapi aku tak tahu apa yang harus aku lakukan dihadapan Abah saat ini. Aku hanya bisa mengangguk dan mengiyakan apa yang Abah inginkan. Jika hal itu bisa membahagiakan Abah, aku akan melakukannya. Meskipun aku bahkan tak tahu akan menikah dengan siapa. Aku hanya bisa pasrah. Karena aku yakin, apa yang dipilihkan Abah untukku itulah yang terbaik buatku. Ridhallah fii Ridhal walidain… sudah saatnya aku berbakti.

***
            Hatiku benar-benar tak karuan. Antara hati dan pikiran saling berlawanan. Berkecamuk mengacaukan ketentraman. Aku benar-benar resah. Diluar sana sedang ada seseorang yang mengucapkan janjinya dihadapan Allah, dihadapan penghulu dan dihadapan kedua orang tuaku. Tapi bahkan aku tak tahu siapakah nama orang yang akan menjadi Imamku dunia dan akhirat. Siapakah orang yang akan kubaktikan seluruh jiwa dan ragaku? Allah… aku pasrah atas segala takdir-MU.
Tok… Tok… Tok…
            “Assalamu’alaikum…” Sapa orang yang mengetuk pintu kamarku dengan lembut. Mempelaiku telah datang. Aku terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Aku takut dan aku tak siap. Tapi aku sudah menjadi haknya.
            “Wa’alaikumsalam…” Akhirnya kalimat itu berhasil keluar dari kerongkonganku.
            “Bolehkah aku masuk? Aku ingin menjumpai Bidadari yang telah Allah ciptakan untukku.” Ucapnya lembut. Bahasanya begitu santun. Dan hal itu membuat hatiku semakin  tak karuan. Ada sesuatu yang bergejolak di dalam dada ini. melimpah ruah…
            “Masuklah…! Karena disinilah tempatmu, dan segala isinya adalah milikmu.” Jawabku menanggapinya. Bahasa yang begitu pas, aku sendiri bahkan tersipu mendengar kata-kata yang berhasil kurangkai untuk menyambut pengantinku. Pintu itu perlahan terbuka. Kemudian ditutup pelan-pelan. Aku tak berani melihatnya. Hingga dia yang sudah menjadi suamiku berada tepat dihadapanku. Aku masih saja menundukkan kepala. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku benar-benar malu. Baru kali ini aku berada satu ruangan berdua dengan seorang laki-laki. Meskipun yang berada dihadapanku adalah laki-laki yang halal bagiku. Aku hanya bisa tertunduk.
            “Apakah dek Nabila tidak ingin melihat, saiapakah suami dek Nabila yang sebenarnya?”  Tanya dia. Perlahan aku mendongakkan kepala. Dan aku benar-benar tertegun dengan apa yang aku lihat. Sampai mataku tak bisa untuk berkedip. Subhanallah… kuasa-MU  Ya Rabbi…
Aku melihatnya didepanku, tersenyum. Cintaku benar-benar telah datang. Cintaku tak pernah hilang. Dia saat ini ada dihadapanku. Sebagai suamiku. Tak ada anugerah yang lebih indah, selain Anugerah di malam ini. Allah telah mengantarkan Kak Aufar ke depan mataku. Sebagai Imamku. Malam yang kutakutkan telah berubah menjadi malam penuh kebahagiaan. Dua hati ini telah menyatuh di malam yang begitu syahdu. Allah benar-benar telah memeluk cinta kami. Beginilah takdir menyatukan kami dalam ikatan suci yang selalu kuimpikan.

*Penulis adalah Alumni Annuqayah Daerah Latee, Cerpenis dan Bendahara LPM Solidaritas UINSA Surabaya.


Share:

Profil

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Ruang ekpresi dan kreasi Ikatan Alumni Annuqayah (IAA) Daerah Surabaya. Untuk menampung seluruh kegiatan dan karya-karya tulis sebagai media informasi alumni annuqayah daerah surabaya yang sesuai dengan visi dan misinya.

Arsip